Mengajukan syarat ketika akan dipinang
“Aku bersedia menikah denganmu dengan syarat aku jangan dimadu! ” “Aku mau menikah denganmu dengan syarat ceraikan dulu istri pertamamu! ” “Aku mau menikah denganmu dengan syarat aku tetap tinggal di rumah orang tuaku!”
Pernahkah sampai ke telinga kita perkataan-perkataan itu atau yang semisal dengan itu?
Maaf, perkataan-perkataan tadi bukan muncul dari sinetron, telenovela, atau film layar lebar saja (kalau memang ada), akan tetapi mungkin (bahkan sangat mungkin) juga bisa kita dapati dalam kehidupan sehari-hari, entah di keluarga atau orang-orang yang tinggal di lingkungan sekitar kita.
Ketika seorang pria melamar seorang wanita, bolehkah bagi si wanita untuk memberi persyaratan tertentu yang harus ditunaikan oleh calon suaminya itu kelak? Demikian pula si pria, bolehkah ia memberi persyaratan tertentu yang harus ditunaikan calon istrinya itu?
Berikut ini penjelasannya:
Syarat-syarat yang diajukan salah satu pasangan terhadap yang lainnya ada tiga macam:
1.Syarat yang sesuai dengan maksud dan tujuan dari pernikahan dan sesuai pula dengan syariat islam.
Contoh dari syarat yang sejenis ini: seperti syarat yang diajukan oleh seorang wanita kepada calon suaminya yaitu agar ia berbuat baik dalam mempergaulinya, memberinya nafkah berupa sandang, pangan dan papan, atau agar ia berbuat adil dalam memperlakukan antara dirinya dengan istri-istrinya yang lain.
ARTIKEL TERKAIT : HUKUM WAJIB MENUTUP AURAT
MAHAR ADALAH HARTA
Adapun dari pihak pria: seperti syarat agar calon istri kelak menaatinya dalam perkara ma’ruf, tidak keluar dari rumah kecuali dengan izinnya, tidak menggunakan hartanya (suami) kecuali dengan ridhanya dan berbagai syarat lainnya yang sesuai dengan tujuan dan maksud dari pernikahan dan tidak bertentangan dengan syariat.
Hukum dari syarat sejenis ini adalah sah menurut kesepakatan ulama, maka wajib bagi pihak yang menerima syarat ini untuk melaksanakan dan menunaikannya. (Fathulbari: 9/218-alma’rifah, Raudhatul Ath-Thalibin:7/264, Mughnilmuhtaj:3/226)
2. Syarat yang menafikan maksud dan tujuan dari pernikahan dan bertentangan pula dengan syariat.
Contoh dari syarat yang sejenis ini: seperti syarat yang diajukan seorang wanita kepada calon suaminya yaitu agar ia tidak perlu menaati suaminya kelak, atau boleh keluar rumah tanpa izin darinya, atau agar ia tidak disetubuhi atau agar ia menceraikan istri pertamanya, atau nikah syighor dan berbagai syarat lainnya yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari suatu pernikahan dan bertentangan pula dengan syariat.
Hukum dari syarat sejenis ini adalah tidak sah menurut kesepakatan ulama, maka tidak wajib untuk menunaikannya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Semua persyaratan yang bertentangan dengan Kitabullah maka itu batil, sekalipun berjumlah seratus persyaratan” (HR. Bukhari: 2168 dan Muslim: 1504)
3. Syarat yang tidak diperintahkan oleh syariat dan tidak pula dilarang, sedangkan di dalam persyaratannya terdapat kemaslahatan bagi salah satu pasangan.
Contoh dari syarat yang sejenis ini: syarat yang diajukan seorang wanita kepada calon suaminya agar ia kelak tidak dimadu, syarat agar ia tidak pindah dari rumahnya, syarat agar tidak bepergian jauh bersamanya dan berbagai syarat lainnya lagi yang tidak ada perintahnya dari syariat dan tidak pula larangan, sedangkan di dalam persyaratan tersebut ada kemaslahatan bagi salah satu pasangan.
Hukum dari syarat sejenis ini adalah sah menurut pendapat kuat dari kalangan ulama, maka wajib bagi pihak yang menerima syarat ini untuk melaksanakan dan menunaikan syarat tersebut. Jika ia tidak melaksanakannya, maka boleh bagi pihak yang mengajukan syarat tersebut untuk membatalkan akad pernikahan.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Semua persyaratan yang bertentangan dengan Kitabullah maka itu batil, sekalipun berjumlah seratus persyaratan” (HR. Bukhari: 2168 dan Muslim: 1504)
Hadits ini menunjukkan bahwa syarat yang tidak bertentangan dengan syariat, yaitu yang tidak ada perintah maupun larangannya dari kitabullah dan tidak pula dari sunnah nabi, bukanlah sesuatu yang batil, bahkan wajib ditunaikan.
Allah عز وجل berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji kalian. “ (QS. Al-Maidah:1)
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah apa yang dihalalkan dengannya kemaluan (syarat dalam pernikahan).” (Bukhari: 2721 dan Muslim: 1418 )
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Orang orang muslim itu terikat dengan syarat-syarat yang dibuat di antara mereka. “ (HR.Abu Daud: 3594)
Jadi, tidak semua syarat yang diajukan salah satu pasangan kepada pasangan lainnya sah sehingga harus ditunaikan dan berdosa jika meninggalkannya, dan tidak pula semua itu batil sehingga bebas mengacuhkannya, dan tak perlu merasa bersalah meninggalkannya. Namun yang benar, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa ayat dan hadits yang telah lewat, ada perincian dalam hal itu, ada syarat yang harus ditunaikan, dan ada pula syarat yang tidak perlu ditunaikan.
ولله الحمد والله أعلم
EmoticonEmoticon